"Orang yg paling aku (Rasulullah) benci pada hari kiamat adalah orang yg banyak omong, bicara seenaknya & yg menyombongkan diri " (HR Ahmad)

Sabtu, 03 Mei 2014

Hukum Berteman dengan Non Muslim


Hubungan sosial di antaranya bersahabat, saling mengunjungi, menengok yang sakit, saling bertukar hadiah, dan menjalin hubungan pernikahan. Dan sesungguhnya interaksi antara seorang muslim dengan kaum muslimin sangat berbeda dengan interaksinya dengan selain kaum muslimin. Karena seorang muslim wajib mencintai dan membela saudara muslimnya dengan kecintaan hati, menghormati, dan memuliakan. Allah Ta’ala berfirman,

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ 

وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ

 حَكِيمٌ



“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Taubah: 71)


Terhadap saudaranya se-Islam dari kalangan kaum muslimin, maka seorang muslim memiliki kewajiban yang harus ditunaikannya. Sedangkan kepada selain orang Islam dia wajib berbara’ (berlepas diri) darinya dan tidak boleh ada sedikitpun kecintaan hati kepadanya. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا 

جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي

 سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ

 يَفْعَلْهُ

 مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Mumtahanah: 1)


قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ 
مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ


“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS. Al-Mumtahanah: 4)


Tetapi semua ini tidaklah menghalangi seorang muslim untuk bermu’amalah bersamanya dengan cara yang baik, supaya dia tertarik kepada Islam yang tentunya harus sesuai dengan kriteria-kriteria yang syar’i. Allah Ta’ala berfirman,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ 

وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)


Seorang muslim wajib bersungguh-sungguh untuk mendakwahi non-muslim agar masuk Islam dengan menggunakan seluruh sarana-sarana syar’i yang dimilikinya. Harapannya, dia mendapatkan manfaat darinya dan menerima seruan dakwahnya. Allah Ta’ala berfirman,

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ

 أَعْلَمُ 

بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَُ


“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Nahl: 125)

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?”.” (QS. Fushshilat: 33)


Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,


مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

 وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala-pahala orang yang mengikutinya, yang itu tidak akan mengurangi pahala-pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia akan mendapat dosa seperti dosa-dosanya orang-orang yang mengikutinya, yang hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun." (HR. Muslim no. 2674)

Satu hal juga yang perlu diingat, tidak apa-apa seorang muslim berbuat baik kepada orang-orang non muslim asalkan sesuai dengan batasan-batasan syar’i. Terlebih lagi kalau mereka itu telah berbuat baik kepada kita. Allah Ta’ala berfirman,

هَلْ جَزَاءُ الإِحْسَانِ إِلا الإِحْسَانُ

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS. Al-Rahman: 60)


Dari sini, apabila berkunjungnya kepada orang muslim, Nashrani ataupun yang lainnya untuk kepentingan dakwah illallah, mengajarkan kebenaran, dan mengarahkannya kepada kebaikan; bukan sebatas untuk kepentingan duniawi dan menggampangkan syariat Allah, maka semua itu bernilai positif. Terlebih kalau yang dikunjungi adalah saudaranya seakidah, menasihatinya agar menjauhi maksiat atau apabila mengunjungi tetangganya yang muslimah dan menasihatinya agar tidak bersolek dan membuka aurat serta tidak meremehkan maksiat yang telah Allah haramkan, maka ini sebuah kebaikan. Atau mengunjungi tetangganya yang beragama Nashrani atau yang beragama lainnya seperti Budha dan lainnya untuk menasihatinya, mengajarkan dan mengajaknya kepada Islam, maka ini adalah perkara yang mulia dan termasuk bagian dari sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, “Dien ini adalah nasihat, Dien ini adalah nasihat, Dien ini adalah nasihat.” Jika dia menerima dakwah, maka Alhamdulillah. Dan jika tetap menolaknya, maka berkunjung yang tidak mendatangkan manfaat tersebut harus mulai ditinggalkan.

Sementara berkunjung untuk kepentingan dunia, bermain atau ngobrol-ngobrol yang tidak berguna, makan atau yang semisalnya, maka berkunjung seperti ini kepada orang-orang Nashrani atau lainnya tidak diperbolekan. Karena hal itu bisa menyebabkannya terjerumus kepada kerusakan agama dan akhlaknya. Sesungguhnya orang-orang kafir senantiasa memusuhi dan membenci kita, karenanya tidak boleh menjadikan mereka sebagai kawan akrab dan sahabat karib. Tetapi jika berkunjung itu untuk dakwah kepada Allah dan mengajaknya kepada kebenaran serta memperingatkannya dari keburukan, maka ini perkara yang dianjurkan, sebagaimana ulasan di atas.

Maraji': Kitab Majmu’ Fatawa dan Maqalaat Mutanawii’ah milik Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baazz rahimahullaah: 4/378.


Berteman dengan non muslim adalah amalan yang diharamkan. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.” (QS. Al-Mumtahanah: 1)

Allah Ta’ala juga mengingatkan di dalam firman-Nya yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu.” (QS. Ali Imran: 118)

Semakna dengannya ayat ke-28

Allah Ta’ala juga menjadikan amalan ini bertentangan dengan keimanan orang tersebut kepada Allah dan hari akhir. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al-Mujadilah: 22)

Bahkan Allah Ta’ala menjadikannya sebagai ciri-ciri orang munafik di dalam firman-Nya yang artinya, “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong.” (QS. An Nisa`: 138-139)

Semakna dengannya ayat ke-144
Allah Ta’ala juga tidak menggolongkan orang yang berteman dengan non muslim ke dalam para pengikut Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka.” (QS. Al-Mujadilah: 14)

Hanya saja, walaupun seorang muslim dilarang untuk berteman dengan non muslim, itu tidak berarti seorang muslim boleh berlaku zhalim kepada mereka. Karena berbuat baik kepada non muslim adalah dibolehkan bahkan disyariatkan, selama perbuatan baik itu lahir bukan karena kasih sayang dan loyalitas kepada non muslim tersebut, akan tetapi lahir semata-mata atas dasar kemanusiaan atau karena non muslim tersebut berbuat baik kepada kita sehingga kita membalasnya atau karena non muslim tersebut tidak mengganggu kita.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Maidah : 8)

Juga dalam firman-Nya yang artinya, “Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah : 7)

Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah : 8)

Kesimpulannya, seorang muslim wajib untuk berlepas diri dari orang-orang musyrik dan membenci mereka karena Allah. Namun, tidak boleh mengganggu mereka, meneror mereka, atau berbuat yang melebihi batas padahal anda tidak memiliki hak. Walau demikian, tetap tidak boleh menjadikan mereka teman karib atau orang yang sangat disayangi. Adapun jika secara kebetulan anda makan bersama dalam sebuah jamuan, atau secara kebetulan menonton sesuatu bersama, tanpa menganggap dia sebagai teman karib dan tanpa ada rasa loyal terhadapnya, hukumnya boleh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar